Rabu, 17 Juni 2015

SISTEM DAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH


SISTEM DAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN 
HAK ATAS TANAH


ABSTRAK
Pasal 19 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam peneltian ini adalah Bagaimana system dan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah.
Jenis Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang didasarkan kepada bahan pustaka. Dilihat dan sudut sifatnya, maka penelitian ini tergolong kedalam penelitian yang bersifat deskriptif yang berarti penelitian yang dimaksud untuk memberikan gambaran secara rinci, jelas dan sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa  bahwa system pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara system sistematik dan system sporadic sedangkan pelaksanaa pendaftaran tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)



ABSTRACT

Article 19 paragraph (1) UUPA states that: "In order to ensure legal certainty by the Government held land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia in accordance with the provisions stipulated in Government Regulations
Based on such matters, the issues to be studied in this research is how the system and the implementation of the registration of land rights.
This type of research is classified into types of normative legal research that is based on the legal research library materials. Seen and its angle, this study classified into descriptive research means research that is intended to provide a detailed description, clear and systematic.
The results showed that that system of land registration by Government Regulation No.2 4 of 1997 done in two ways, namely by way of a systematic system and deploy systems while sporadic land registration carried out by the National Land Agency (BPN)


A.    Latar Belakang Masalah
Tanah jika diolah dan dijaga dengan baik dapat mendatangkan kesejahteraan bagi pemiliknya yang mengelolanya. Masalah pertanahan di Indonesia merupakan suatu persoalan yang rumit dan sensitif, karena berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik dan Hankamnas.[1]
Selain itu tanah merupakan harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat pula dicadangkan untuk masa yang akan datang. Dengan perkembangan yang semakin maju dan sering tersangkutnya bidang tanah dalam lalu lintas ekonomi maka status tanah yang bersangkutan menjadi penting. Oleh karenanya setiap bidang tanah memerlukan sebuah sertifikat sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik tanah, agar setiap pemegang hak atas tanah mengetahui secara pasti apa yang menjadi hak dan kewajiban serta dapat diketahui oleh orang lain siapa pemegang hak tersebut, apa jenis tanah, mana batas-batasnya dan hak apa yang melekat di atasnya.
Salah satu hal penting yang diatur dalam UUPA adalah tentang pendaftaran tanah. Pasal 19 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

B.     Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana sistem dan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah.

C.    Pembahasan
1.         Pengertian Tanah
Pasal 4 ayat (1) UUPA mengartikan tanah sebagai permukaan bumi (the surface of the earth). Dengan demikian, hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi. Oleh karena itulah maka Boedi Harsono mengatakan bahwa dalam pengertian yuridis tanah merupakan permukaan bumi, yang berdimensi dua; dalam penggunaannya tanah berarti ruang, yang berdimensi tiga.[2]
Apabila dikaitkan dengan pengertian tanah menurut Hukum Tanah Nasional, terdapat persamaan dalam pengertian tanah, yakni: tanah merupakan permukaan bumi; pemilikannya terhadap yang ada di permukaan bumi; penggunaannya juga terhadap sebagian yang ada di atas bumi dan tubuh bumi. Mengenai penggunaan di atas bumi misalnya, harus disesuaikan dengan batas-batasnya, yakni: keperluannya, kemampuan dari tanahnya, dan kewajaran serta ketentuan-ketentuan hukum lainnya.
2.         Pengertian Pendaftaran Tanah
Pasal 19 UUPA menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diselenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan demikian pemerintah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia.[3]
Pendaftaran tanah ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:
1)        Pendaftaran tanah secara sistematik
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang mebputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilyah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal suatu Desa/Kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilakukan dengan cara sporadik.
2)        Pendafraran tanah secara sporadik
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pendaftaran tanah secara sistematik lebih diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftarkan daripada melalui pendaftaran tanah melalui sporadik, tetapi diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga dan peralatan. Sedangkan pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan, melalui uji kelayakan agar berjalan lancar. Pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan yang akan semakin meningkat kegiatannya.[4]
Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
1)        Pengumpulan dan pengolahan data fisik
2)        Pembuktian hak dan pembukuan hak
3)        Penerbitan sertifikat
4)        Penyajian data fisik dan data yuridis
5)        Penyimpanan daftar umari dan dokumen
Sehubungan dengan diadakannya pendaftaran tanah secara sistematis atau biaya datang dari pemerintah, untuk pendaftaran tanah secara sistematis dapat dilakukan dengan PRONA (Proyek Nasional Agraria) atau secara massal swadaya. Sedangkan PRONA itu adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang pertanahan pada umumnya dan di bidang pendaftaran tanah pada khususnya yang berupa pensertipikatan tanah secara massal dan penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.[5]
Adapun tujuan diadakannya PRONA adalah sebagai berikut:
1.         Memberikan rangsangan kepada masyarakat khususnya pemegaag hak atas tanah untuk bersedia mernbuatkan sertipikat hak atas tanah
2.         Menimbulkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan
3.         Membantu pemerintah dalam hal menciptakan suatu suasana kehidupan masyarakat yang aman dan tentram
4.         Menumbuhkan partisipasi masyarakat, khususnya pemilik tanah dalam menciptakan stabilitas politik serta pembangunan dibidang ekonomi
5.         Menumbuhkan rasa kebersamaan dan turut membantu pemerintah dalam menyelesaikan sengketa pertanahan
6.         Memberikan kepastian hukum kepada panegang hak atas tanah
Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertifikat sebagai Surat tanda buktinya (Pasal 4 ayat 1). lnilah yang merupakan tujuan pendaftaraan tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Maka memperoleh sertipikat bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin undang­-undang.
Sertipikat adalah alat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas Rusun dan hak tanggungan, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sedang buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
Menurut Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegangan hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak dapat diganggu gugat. Ganti rugi terhadap pemilik sejati adalah melalui dana asuransi. Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin terkecuali jika memperoleh sertifikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan atau diperolehnya dengan cara penipuan.[6]
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Sesuai ketentuan Pasal 19 UUPA bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam Pasal 5 PP No. 24 Tahun 1997 pendaftaraan tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sedangkan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain, yaitu kegiatan-kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan misalnya pengukuran titik dasar teknik dan pemetaan fotogrametri.
Dalam Pasal 8 PP Nomor 24 Tahun 1997 diterangkan bahwa dalam pendaftaran tanah secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh panitia Ajudikasi, yang dibantu Menteri Negara Agraria/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk. Adapun panitia Ajudikasi terdiri dari:
1.         Seorang ketua panitia merangkap menjadi anggota yang dijabat oleh seseorang pegawai dari kantor pertanahan.
2.         Beberapa orang yang menjadi anggota:
a.         Seorang pegawai dari Kantor Pertanahan yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dibidang pendaftaran tanah
b.        Seorang pegawai dari Kantor Pertanahan yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dibidang hak-hak atas tanah
c.         Kepala desa/kelurahan dan seorang pamong desa/kelurahan yang ditunjuk.
Keanggotaan panitia Ajudikasi seperti yang disebutkan diatas dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dengan penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di desa/kelurahan yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugasnya panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas administrasi yang bertugas, susunan kegiatannya diatur oleh Menteri.

D.    Kesimpulan
Sistem pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, meliputi pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanahnya diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), sedangkan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh panitia Ajudikasi, yang dibantu Menteri Negara Agraria/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk. Adapun panitia Ajudikasi terdiri dari:
1.         Seorang ketua panitia merangkap menjadi anggota yang dijabat oleh seseorang pegawai dari kantor pertanahan.
2.         Beberapa orang yang menjadi anggota:
a.         Seorang pegawai dari Kantor Pertanahan yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dibidang pendaftaran tanah
b.        Seorang pegawai dari Kantor Pertanahan yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dibidang hak-hak atas tanah
c.         Kepala desa/kelurahan dan seorang pamong desa/kelurahan yang ditunjuk.
Keanggotaan panitia Ajudikasi seperti yang disebutkan diatas dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dengan penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di desa/kelurahan yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugasnya panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas administrasi yang bertugas, susunan kegiatannya diatur oleh Menteri.
























DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman, Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria, Seri Hukum Agraria, Bandung : Alumni, 1983.

Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undnag-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, 2003.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, !si dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2000.

Boedi Harsono, Seminar Nasional, PP Nomor 24 Tahun 1997 isi dan penjelasannya, 1997.

H.A. Effendi Perangin, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1991.













[1] Abdurrahman, Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria, Seri Hukum Agraria, (Bandung : Alumni, 1983), hlm. 13.
[2] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undnag-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 296.
[3] H.A. Effendi Perangin, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hlm. 96.
[4] Boedi Harsono, Seminar Nasional, PP Nomor 24 Tahun 1997 (Isi dan penjelasannya), 1997, hlm. 5.
[5] Mujiono, Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1992, hlm. 65.
[6] Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar